Citrahukum.com, Pringsewu, 10 September 2025 – Kejaksaan Negeri Pringsewu kembali menegaskan komitmennya dalam menghadirkan penegakan hukum yang humanis dengan mengedepankan prinsip Keadilan Restoratif. Pada Senin, 8 September 2025, dan Selasa, 9 September 2025, Kejaksaan Negeri Pringsewu resmi menghentikan penuntutan terhadap dua perkara pidana setelah para pihak sepakat berdamai secara sukarela tanpa adanya paksaan.
Perkara I: Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Penghentian penuntutan pertama dilakukan terhadap tersangka S (57), seorang buruh warga Kabupaten Pringsewu.
Perkara bermula dari perselisihan rumah tangga yang dipicu faktor emosional dan tekanan ekonomi.
Secara hukum, perbuatan tersangka memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana Pasal 44 ayat (1) jo. Pasal 5 huruf (a) atau Pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 5 huruf (b) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara.
Pada 19 Agustus 2025, tersangka dan korban sepakat berdamai tanpa syarat, disaksikan aparat penegak hukum, tokoh masyarakat, dan keluarga.
Perkara II: Penganiayaan
Penghentian penuntutan kedua menyangkut tersangka W (26), seorang petani asal Kabupaten Pringsewu.
Kasus berawal dari perselisihan di Sungai Way Sekampung pada 21 Juni 2025 yang berujung perkelahian hingga korban mengalami luka. Perbuatan tersangka memenuhi unsur tindak pidana penganiayaan sesuai Pasal 351 KUHP.
Pada 21 Agustus 2025, tersangka dan korban sepakat berdamai dengan kesepakatan bahwa tersangka menanggung biaya pengobatan korban sebesar Rp15 juta, yang telah diselesaikan pada 29 Agustus 2025.
Landasan Hukum dan Komitmen Kejari
Penghentian penuntutan ini dilaksanakan berdasarkan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Aturan tersebut mengatur bahwa penghentian penuntutan dapat dilakukan apabila tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun, serta telah tercapai perdamaian murni tanpa rekayasa maupun paksaan.
Plh. Kepala Kejaksaan Negeri Pringsewu, Asep Sunarsa, S.H., M.H., menegaskan penerapan Restorative Justice dilakukan secara selektif dengan mengutamakan rasa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
“Penghentian penuntutan ini diharapkan dapat memulihkan hubungan sosial, menjaga keharmonisan, sekaligus memberi kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki diri, serta memberikan perlindungan dan pemulihan bagi korban,” ujar Asep Sunarsa.
Nazir