Napi Lapas Kotabumi Kembali Terlibat Scaming, LBH Ansor Lampung Minta Polisi Investigasi Mendalam

Napi Lapas Kotabumi Kembali Terlibat Scaming, LBH Ansor Lampung Minta Polisi Investigasi Mendalam

Citra hukum
Sabtu, 27 September 2025


Citrahukum.com, Bandar Lampung -- Kepolisian kembali mengungkapkan aksi love scaming yang dilakukan empat narapidana dari dalam penjara. Ke empat pelaku antara lain Keempatnya yakni MNY (30), S (31), dan RS (32) dari Lapas Kelas IIA Kota Bumi, dan RV (28) Lapas Kelas IIA Metro. Pengungkapan itu sekaligus menjadi peristiwa kedua di Lapas Kelas IIA Kota Bumi.

Menanggapi hal itu, Ketua LBH Ansor Lampung, Sarhani mengungkapkan, peristiwa berulang itu menunjukkan tidak seriusnya kepolisian dalam melakukan penyelidikan. Menurutnya, Polisi harusnya melakukan investigasi mendalam dalam kasus itu untuk mengetahui dugaan keterlibatan pegawai lapas.

Kepolisian tidak boleh tebang pilih, harus diketahui bagaimana cara para tersangka bisa menggunakan handphone dari dalam penjara. Jika ada keterlibatan pegawai Lapas maka polisi juga harus menangkapnya.

"Harusnya APH melakukan pemberantasan dari hulu ke hilir, harus dilakukan penyelidikan siapa dalang dari semua kasus itu," ungkapnya, Sabtu, 27 September 2025.

Selain itu, kejadian itu juga cerminan dari pengelolaan Lapas yang tidak bertanggungjawab. Penggunaan handphone dari dalam lapas merupakan kelalaian petugas, terlebih digunakan untuk berbuat kejahatan.

Dia menegaskan, Kantor Wilayah Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenipas) Lampung harus segera melakukan evaluasi secara menyeluruh. Jangan sampai peristiwa serupa kembali terjadi karena tidak ada ketegasan secara kelembagaan.

"Di Lapas Kelas IIA Kotabumi ini sudah kedua kali, jangan sampai terjadi lagi termasuk di lapas-lapas lainnya, Kanwil Kemenipas harus melakukan evaluasi," tegasnya.

Diketahui, para tersangka mencari korban melalui media sosial menggunakan identitas palsu dan mengaku sebagai anggota Polisi. Setelah berkenalan di media sosial, pelaku berkomunikasi intens dengan korban hingga mengajak untuk video call seks (VCS).

Saat melakukan VCS itu, pelaku diam-diam merekam aktivitas tersebut. Selanjutnya, video tersebut dijadikan alat oleh tersangka untuk memeras korban. Jika korban menolak, pelaku mengancam untuk menyebarkan video itu.(Red)