Citrahukum.com, Bandar Lampung — Kasus dugaan korupsi dana Participating Interest (PI) 10 persen pada Wilayah Kerja Offshore South East Sumatera (WK OSES) semakin menyeruak ke permukaan. Rabu (3/9/2025), Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung melakukan penggeledahan di kediaman mantan Gubernur Lampung, Arinal Djunaedi, di Jalan Sultan Agung, Kedaton, Bandar Lampung.
Hasil penggeledahan tersebut mengejutkan publik: aset senilai Rp38 miliar disita. Temuan itu mempertegas indikasi bahwa aliran dana PI yang seharusnya untuk kepentingan masyarakat Lampung, justru diduga kuat tersedot ke kantong pribadi segelintir elite.
Kronologi Singkat Kasus
2019–2022: Pemerintah Provinsi Lampung melalui BUMD PT Lampung Jasa Utama dan anak usahanya PT Lampung Energi Berjaya (LEB) menjadi pengelola dana PI 10% dari WK OSES.
2024: Kejati mulai mendalami dugaan penyalahgunaan dana PI setelah muncul laporan adanya kejanggalan pencairan dana senilai USD 17,286 juta (sekitar Rp271,55 miliar).
Awal 2025: Tim penyidik Pidsus Kejati Lampung mengumpulkan bukti awal dan memeriksa sejumlah pejabat, termasuk mantan kepala BUMD terkait.
September 2025: Penggeledahan rumah pribadi Arinal Djunaedi dan penyitaan aset besar-besaran dilakukan, disusul pemeriksaan intensif terhadap Arinal dan mantan Bupati Lampung Timur, Dawam Rahardjo.
Aspidsus Kejati Lampung, Armen Wijaya, menyebut penyidik mengamankan sejumlah aset dari rumah Arinal, antara lain:
Tujuh unit mobil berbagai tipe
Logam mulia seberat 645 gram
Uang tunai dalam mata uang rupiah dan asing
Beberapa deposito
29 sertifikat tanah dan bangunan
Nilai total aset sitaan dari penggeledahan kali ini ditaksir Rp38 miliar. Jika ditambahkan dengan penyitaan sebelumnya, maka total sementara barang bukti yang berhasil diamankan Kejati Lampung mencapai Rp122,76 miliar. Jumlah ini hampir separuh dari hak Provinsi Lampung atas dana PI WK OSES sebesar USD 17,286 juta.
“Penyitaan ini melengkapi daftar barang bukti yang sudah diamankan sebelumnya,” tegas Armen dalam konferensi pers di Gedung Tipidsus Kejati Lampung, Kamis malam (4/9/2025), dikutip dari Metrotvnews.com.
Secara hukum, Participating Interest (PI) 10 persen merupakan hak pemerintah daerah sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10% pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi.
Tujuannya jelas:
1. Memberi pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor migas.
2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.
3. Memperkuat peran BUMD dalam pengelolaan sumber daya energi.
Dengan adanya dugaan penyalahgunaan, maka kerugian yang dialami bukan sekadar kerugian keuangan negara, tetapi juga hilangnya peluang bagi rakyat Lampung untuk merasakan manfaat langsung dari sumber daya alam.
Berdasarkan temuan Kejati, dugaan penyalahgunaan dana PI bisa menjerat para pihak dengan pasal-pasal berikut:
1. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya:
Pasal 2 ayat (1): Setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri/orang lain yang merugikan keuangan negara, pidana penjara seumur hidup atau 4–20 tahun.
Pasal 3: Penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara.
2. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengatur kewajiban kepala daerah dalam mengelola aset daerah secara transparan dan akuntabel.
3. KUHP Pasal 55 dan 56, jika terdapat peran serta orang lain (turut serta membantu).
Jika terbukti di pengadilan, ancaman hukumannya berat, termasuk pidana penjara, denda, serta perampasan aset untuk negara.
Arinal Djunaedi: Mantan Gubernur Lampung (2019–2024), diperiksa sebagai saksi.
Dawam Rahardjo: Mantan Bupati Lampung Timur, juga sudah diperiksa.
Pejabat BUMD: Sejumlah mantan petinggi PT Lampung Jasa Utama dan PT LEB turut dimintai keterangan.
Menurut Kejati, daftar pihak yang akan dipanggil masih bisa bertambah seiring pengembangan kasus.
Kasus ini menimbulkan guncangan besar di Lampung. Bagi publik, kasus ini bukan sekadar soal angka ratusan miliar, tetapi juga simbol ketidakadilan pengelolaan kekayaan daerah.
Pengamat hukum menilai, penanganan kasus ini akan menjadi tolak ukur keseriusan aparat penegak hukum dalam membongkar praktik korupsi kelas kakap di daerah. Sementara itu, di ranah politik, kasus ini berpotensi memengaruhi dinamika Pilkada dan reputasi partai politik yang menaungi tokoh-tokoh terperiksa.
Armen Wijaya menegaskan bahwa setelah pengumpulan bukti dan pemeriksaan saksi rampung, penetapan tersangka tinggal menunggu waktu. “Segera diumumkan,” ujarnya.
Dengan barang bukti senilai Rp122,76 miliar yang sudah diamankan, publik menanti langkah Kejati berikutnya: apakah kasus ini benar-benar akan menyeret nama-nama besar ke kursi terdakwa?
Catatan Redaksi
Seluruh pihak yang disebut dalam berita ini berhak atas asas praduga tak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Citrahukum.com selalu membuka ruang hak jawab sebagaimana diatur dalam UU Pers No. 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik.
📌 Sumber:
Metrotvnews.com (4/9/2025)
Konferensi pers Kejati Lampung
Permen ESDM No. 37/2016
UU Tipikor No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001
Hashtag:
#CitraHukum #KejatiLampung #ArinalDjunaedi #Korupsi #DanaPI #WK_OSES #Transparansi #UsutTuntas #Lampung