Citrahukum.com, Bandar Lampung | Di era kepemimpinan siapa pun, wartawan diminta tidak kehilangan keberanian untuk berpikir dan bertanya secara kritis. Kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi dan undang-undang harus dimanfaatkan untuk menyuarakan kebenaran dan kepentingan publik.
Hal ini ditegaskan oleh Pinnur Selalau, Ketua Bidang (Kabid) Pengawasan Etika dan Profesi Wartawan, DPD PWRI Lampung, sekaligus Pimred RadarCyberNusantara.Id, Minggu (05/10/2025).
"Berpikir kritis itu syarat mutlak jadi wartawan yang baik. Kalau tidak bisa berpikir kritis, bagaimana bisa menemukan kebenaran yang tersembunyi?" ujarnya.
Menurut Pinnur Selalau, kemerdekaan berpikir dan menyampaikan informasi tidak boleh bergantung pada siapa yang sedang berkuasa.
"Undang-Undang Dasar 1945 dan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sudah menjamin kebebasan pers. Jadi tak ada alasan wartawan takut hanya karena rezim sedang berganti," katanya.
Ia pun menilai bahwa wartawan harus tetap kritis terhadap siapa pun yang memimpin, baik presiden, gubernur, Bupati, Walikota, atau pejabat lainnya.
"Wartawan tidak boleh jadi corong kekuasaan. Kita penjaga akal sehat publik," ujarnya.
Dalam UUD 1945 Pasal 28 disebutkan bahwa setiap warga negara berhak menyampaikan pendapat, baik lisan maupun tulisan. Ini diperkuat dalam UU Pers, yang menegaskan bahwa kemerdekaan pers adalah bagian dari kedaulatan rakyat dan hak asasi manusia.
Bahkan, dalam Pasal 4 UU Pers disebutkan secara eksplisit bahwa pers nasional tidak boleh dikenakan sensor, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.
"Wartawan berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. Jadi, jangan takut berpikir," tegas Pinnur Selalau.
Lebih jauh, Pinnur Selalau mempertanyakan masih adanya wartawan yang enggan bersikap kritis dan cenderung bermain aman.
"Kalau masih takut berpikir, takut bertanya, ya perlu pikir ulang apakah pantas menekuni profesi ini," ucapnya.
Baginya, sikap kritis harus jadi budaya berpikir bagi setiap wartawan. Termasuk berani meragukan informasi sebelum menulis atau menyebarkannya ke publik.
Pinnur, juga mengingatkan pentingnya sikap skeptis dalam dunia jurnalistik. Ia mengutip filsuf asal Prancis, René Descartes, yang terkenal dengan ungkapan, "Cogito, ergo sum" – Aku berpikir, maka aku ada.
"Kalau masih ragu atas informasi, jangan diberitakan dulu. Lakukan crosscheck, gali informasi dari berbagai pihak. Itulah kerja wartawan," katanya.
Ia menambahkan, wartawan harus aktif menggali informasi dari lokasi kejadian, wawancara dengan berbagai sumber, serta menanyakan pertanyaan mendalam seperti "mengapa" dan "bagaimana".
Di akhir pernyataannya, Pinnur Selalau memberi pesan khusus untuk wartawan-wartawan muda di Lampung agar tidak mudah puas hanya dengan satu narasumber atau satu sudut pandang.
“Kalau wartawan tidak kritis, siapa lagi yang akan menyuarakan kepentingan publik?” pungkasnya. (Red)