Oleh: Surohman S.H
Citrahukum.com - Seorang tokoh yang kini tengah ramai diperbincangkan publik, karena inisiatif solutifnya dalam menangani kenakalan remaja melalui pendekatan pendidikan karakter berbasis disiplin di barak militer. Ia tak hanya berbicara, tetapi terjun langsung ke lapangan. Bukan mengutuk kegelapan, tapi menyalakan lilin.
Belakangan ini, publik dikejutkan dengan pendekatan baru dalam menangani anak-anak yang terlibat dalam kenakalan remaja. Bukan dibuang, bukan dipenjara, bukan pula dihakimi melainkan dititipkan ke lingkungan yang ketat dan terstruktur: barak militer. Di sana, mereka diarahkan, dibina, dan didisiplinkan, dengan tujuan mengembalikan arah hidup mereka.
Fenomena ini mencuat viral dalam beberapa bulan terakhir dan menyebar luas melalui media sosial. Lokasinya di Provinsi Jawa Barat, namun gaungnya sudah terdengar di seluruh Indonesia.
Mengapa ini penting?
Karena selama ini kita terlalu banyak berkutat dalam teori, debat, seminar, dan rapat-rapat panjang yang tidak menghasilkan solusi nyata di lapangan. Ketika solusi itu hadir langsung, realistis, dan terukur kenapa malah dipertanyakan?
Bagaimana respons publik dan lembaga negara?
Respons publik mayoritas positif, terutama dari para orang tua yang merasa tertolong. Tapi, seperti biasa, muncul juga polemik dari sebagian kalangan termasuk beberapa anggota DPR, Lembaga perlindungan anak, dan Komnas HAM yang lebih sibuk mempertanyakan pendekatannya daripada melihat outputnya. Apakah benar ini melanggar hak anak, atau justru inilah bentuk perlindungan anak yang sesungguhnya?
Sudah waktunya kita berhenti jadi bangsa yang hanya piawai berteori. Sudahi drama dan retorika kosong. Saatnya kita mengapresiasi langkah konkret yang menyelamatkan masa depan generasi muda. Ini bukan penghukuman, ini pembinaan. Dan ya ini kewarasan.
Anak-anak yang terjerumus dalam kenakalan bukan untuk dijebloskan ke balik jeruji, tapi diarahkan agar tak makin jauh tersesat. Ini bukan penjara, tapi penempaan mental. Dan faktanya, mereka yang masuk dalam program ini, banyak yang berubah lebih baik.
Catatan penting untuk para pemangku jabatan:
Kritik itu penting, tapi introspeksi jauh lebih penting. Jika selama ini kita belum mampu hadir memberikan solusi nyata, setidaknya jangan menghalangi mereka yang mencoba. Bukankah ini lebih baik daripada membiarkan anak-anak ini tumbuh dalam arah yang makin tak menentu?
Penutup:
Langkah ini bukan akhir, tapi awal. Awal dari kesadaran baru bahwa pendidikan karakter harus nyata, tegas, dan menyelamatkan. Saat teori berhenti di ruang rapat, tindakan nyata berbicara di lapangan.
Salam kewarasan.