Koperasi Merah Putih dan BUMDes Harus Dikelola Profesional, Bukan Sekadar Titipan

Koperasi Merah Putih dan BUMDes Harus Dikelola Profesional, Bukan Sekadar Titipan

Citra hukum
Sabtu, 31 Mei 2025


Citrahukum.com — Program-program ekonomi kerakyatan seperti Koperasi Merah Putih dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sejatinya dirancang sebagai motor penggerak kesejahteraan masyarakat. Namun keberhasilan program ini sangat bergantung pada siapa yang mengelola dan bagaimana pengelolaan itu dilakukan.

Sayangnya, di banyak tempat, struktur koperasi dan BUMDes kerap diisi oleh orang-orang yang ditunjuk hanya karena kedekatan sosial atau politik. Pengelolaan ekonomi desa yang menyangkut dana publik tidak boleh dijadikan ajang coba-coba atau balas jasa. Profesionalisme adalah harga mati.

🔍 Mengapa Harus Profesional?

Koperasi dan BUMDes mengelola dana, aset, dan kepentingan masyarakat. Jika dikelola tanpa kemampuan teknis, maka risiko gagal usaha, penyimpangan keuangan, bahkan jerat hukum sangat besar. Idealnya, setiap koperasi dan BUMDes menghadirkan unsur profesional di bidang berikut:

1. Hukum (Legal Officer)

Memastikan semua perjanjian usaha, peraturan internal, hingga kebijakan usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menjaga koperasi dan BUMDes dari risiko pelanggaran hukum perdata, pidana, dan administratif.

2. Bisnis dan Manajemen

Membangun model usaha yang realistis dan berkelanjutan.

Menyusun rencana kerja, strategi pemasaran, dan analisa SWOT untuk memastikan koperasi tidak asal jalan.

3. Keuangan dan Akuntansi

Bertanggung jawab pada sistem pencatatan keuangan yang transparan dan dapat diaudit.

Menyusun laporan keuangan berkala sebagai bentuk pertanggungjawaban publik.

👨‍🌾 Swakelola Masyarakat Tetap Penting, Tapi…

Mengikutsertakan warga lokal dalam kepengurusan koperasi atau BUMDes adalah prinsip penting. Namun, itu tidak boleh menjadi alasan menutup diri dari profesionalitas. Justru, kolaborasi antara warga dengan tenaga ahli akan menghasilkan pengelolaan yang sehat dan berdaya saing.

Profesional tidak harus dari luar daerah, tapi harus dari bidangnya. Misalnya, lulusan hukum, akuntansi, atau wirausahawan berpengalaman yang memang punya kapasitas dalam bidang tersebut.

⚠️ Belajar dari Banyak Kasus Gagal

Banyak koperasi dan BUMDes di Indonesia yang akhirnya mati suri atau tersangkut masalah hukum. Penyebab utamanya hampir selalu sama: pengelolaan tidak transparan, tidak profesional, dan minim evaluasi.

Misalnya:

Usaha didirikan tanpa riset pasar.

Dana bergulir tanpa pencatatan jelas.

Tidak ada laporan keuangan tahunan.

Ketua dan pengurus ganda jabatan tanpa kompetensi.

📝 Solusi: Perdes Khusus Profesionalisme

Pemerintah desa bersama Badan Hippun Pemekonan (BHP/BPD) sebaiknya menyusun Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur:

Syarat minimal kompetensi pengurus.

Keterlibatan profesional eksternal.

Mekanisme rekrutmen terbuka dan evaluasi tahunan.

Wajib audit independen dan laporan publik.

🔚 Penutup

Program Koperasi Merah Putih dan BUMDes adalah peluang emas untuk membangkitkan ekonomi desa. Namun tanpa pengelolaan profesional, peluang itu bisa berubah menjadi bom waktu. Sudah saatnya semua pihak, dari aparatur pekon hingga masyarakat, mendorong perubahan paradigma: kualitas SDM adalah kunci utama.

📌 Disclaimer:

Artikel ini merupakan analisis redaksi berdasarkan kebutuhan penguatan kelembagaan ekonomi desa secara umum, dan tidak ditujukan kepada koperasi atau BUMDes tertentu. Jika ada pihak yang ingin memberikan klarifikasi, hak jawab terbuka sesuai UU Pers.

#KoperasiMerahPutih #BUMDes #EkonomiDesa #ProfesionalismeDesa #HukumDesa #KoperasiTransparan #CitraHukum #MediaHukumRakyat