Demo Itu Hak, Bukan Hadiah: Rakyat Terus Jadi Penonton, Pejabat Jadi Pemeran Utama

Demo Itu Hak, Bukan Hadiah: Rakyat Terus Jadi Penonton, Pejabat Jadi Pemeran Utama

Citra hukum
Senin, 18 Agustus 2025


Oleh Redaksi
Citrahukum.com, Pringsewu – 18 Agustus 2025

Demo sering dipersepsikan berbeda tergantung siapa yang melakukannya. Jika rakyat turun ke jalan menyuarakan keresahan, sering kali label “rusuh” langsung disematkan. Namun ketika pejabat melakukan “demo anggaran” dengan rapat megah dan seremoni, narasinya berubah: pembangunan.

Padahal, menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak konstitusional rakyat. Dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28E serta dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

UU tersebut menegaskan bahwa setiap warga negara berhak melakukan unjuk rasa, pawai, rapat umum, hingga mimbar bebas. Syaratnya sederhana: cukup melakukan pemberitahuan tertulis ke Polri paling lambat 3x24 jam sebelum aksi, menyebutkan penanggung jawab, tujuan, jumlah massa, hingga rute yang akan ditempuh.

Demo juga hanya boleh digelar antara pukul 06.00 hingga 18.00, serta tidak diperbolehkan di area vital seperti rumah ibadah, fasilitas kesehatan, bandara, dan objek vital nasional lainnya. Aturan ini dibuat bukan untuk membungkam suara rakyat, melainkan agar aksi berlangsung tertib dan tidak mengganggu hak masyarakat lain.

Polisi Bukan Pembubaran, Tapi Pengamanan

Dalam UU 9/1998, aparat justru punya kewajiban mengamankan jalannya demo. Pembubaran hanya bisa dilakukan jika aksi terbukti anarkis, mengancam keselamatan umum, atau melanggar ketentuan hukum pidana. Sayangnya, praktik di lapangan sering menimbulkan tanya: kenapa rakyat lebih cepat dibubarkan ketimbang pejabat yang salah kelola anggaran?

Ironinya, rakyat bersuara di jalan sering dicap provokatif, sementara pejabat bersuara di forum anggaran malah mendapat tepuk tangan. Rakyat menuntut keadilan, dituduh bikin gaduh. Pejabat menuntut tambahan dana, disebut visi pembangunan.

Narasi inilah yang membuat banyak orang merasa bahwa hak demo hanyalah teks di atas kertas. Rakyat tetap menjadi penonton, sementara pejabat tampil sebagai pemeran utama dalam panggung demokrasi.

Demo bukanlah ancaman. Demo adalah cermin kesehatan demokrasi. Ketika rakyat bersuara, sejatinya mereka sedang mengingatkan negara agar tetap berjalan di rel konstitusi. Pertanyaannya: sampai kapan rakyat terus dicurigai ketika menyampaikan haknya?

#UU9Tahun1998 #DemoItuHak #SatireHukum #OpiniRakyat #CitraHukum