Oleh: Surohman S.H
Citrahukum.com
Pringsewu – Masyarakat awam kini semakin muak melihat gaya kerja pejabat yang gemar menggelar seremoni, tetapi miskin substansi. Janji manis sering terdengar, namun kebijakan nyata yang mampu membawa perubahan jarang terlihat.
Tidak menyasar individu tertentu, tetapi fenomena ini melekat di banyak pejabat daerah. Pencitraan menjadi panglima, sementara rakyat dibiarkan berjuang sendiri dalam ekonomi yang makin menekan.
Setiap kali ada acara peresmian, potong pita, atau sambutan panjang, tetapi efeknya nihil bagi kehidupan masyarakat. Fenomena ini bukan hanya terjadi di kabupaten tertentu, tapi hampir merata di berbagai wilayah.
Mengapa masyarakat muak? Karena kebutuhan rakyat tidak selesai dengan acara seremonial. Mereka butuh kebijakan yang revolusioner, visioner, dan solutif. Kebijakan yang bukan hanya menyedot pajak dan retribusi, tapi membuka lapangan kerja, meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) tanpa memberatkan rakyat, serta menaikkan kesejahteraan.
Ada dua sisi yang harus dibenahi: Hukum dan Ekonomi.
1. Sisi Hukum: Kebijakan yang Berpihak pada Rakyat
Pejabat daerah memiliki kewenangan merumuskan dan mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) yang visioner. Hal ini diatur dalam Pasal 236 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwa Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD.
Artinya, Perda bisa menjadi instrumen hukum untuk:
Memberikan insentif kepada pelaku usaha yang menyerap banyak tenaga kerja.
Mempermudah investasi dengan prosedur perizinan yang cepat dan transparan.
Menjamin perlindungan hukum bagi pekerja, termasuk UMP yang naik secara terukur sesuai Pasal 88C ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Jika pejabat serius bekerja, mereka bisa melahirkan perda yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan menutup celah pungutan liar.
2. Sisi Ekonomi: PAD Bukan Sekadar Memeras Pajak
Peningkatan PAD tidak harus selalu mengandalkan pajak dan retribusi. Ada banyak strategi yang bisa ditempuh:
Menggandeng investor sektor produktif seperti industri pengolahan hasil pertanian, perikanan, dan pariwisata berbasis lokal.
Mendorong kemitraan BUMD dengan UMKM agar produk lokal bisa masuk pasar nasional bahkan ekspor.
Memanfaatkan aset daerah yang mangkrak menjadi pusat bisnis atau teknologi.
Jika strategi ini berjalan, otomatis pengusaha lokal akan mengalami peningkatan omzet. Saat omzet naik, kemampuan membayar gaji lebih besar, dan UMP bisa naik tanpa membebani pengusaha.
Masyarakat sudah cerdas. Mereka tidak mudah lagi terbuai janji atau acara meriah tanpa dampak. Yang dibutuhkan sekarang adalah kebijakan nyata, terukur, dan berpihak pada rakyat. Pejabat yang masih sibuk dengan pencitraan sebaiknya sadar: rakyat sudah bosan.
Saatnya membangun kabupaten dengan arah yang jelas, hukum yang kokoh, dan ekonomi yang produktif. Tanpa itu, seremoni hanya akan menjadi catatan di baliho, bukan sejarah di hati rakyat.