Oleh: Nazir Ansori
Citrahukum.com - Kondisi jalan yang rusak dan berlubang seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah daerah, karena berdampak langsung pada keselamatan, kenyamanan, dan kelancaran aktivitas masyarakat. Namun, yang sering terjadi justru penanganan jalan rusak dilakukan secara tambal sulam yang tidak merata dan cenderung asal-asalan. Tambalan hanya dilakukan di titik-titik tertentu tanpa memperhatikan kualitas dan ketahanannya, sehingga tak butuh waktu lama untuk kembali rusak.
Tambal sulam semacam ini tidak hanya tidak efektif, tetapi juga membuang-buang anggaran. Alih-alih menjadi solusi jangka panjang, perbaikan setengah hati ini justru menciptakan masalah baru: permukaan jalan menjadi bergelombang, tambalan cepat mengelupas, dan jalan kembali berlubang hanya dalam hitungan bulan. Hal ini sangat merugikan pengguna jalan, terutama pengendara roda dua yang paling rentan terhadap kecelakaan akibat jalan tidak rata.
Lebih ironis lagi, tambal sulam sering kali hanya dilakukan di titik-titik yang dilalui pejabat atau yang terlihat publik, sementara wilayah pinggiran atau jalan desa dibiarkan rusak parah tanpa perhatian. Ini menunjukkan ketidakadilan dalam distribusi pembangunan dan lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan proyek infrastruktur.
Pemerintah daerah harus lebih serius dalam merencanakan dan mengawasi perbaikan jalan. Dibutuhkan pendekatan yang menyeluruh, dengan mempertimbangkan kualitas bahan, metode pengerjaan, serta pemerataan wilayah. Selain itu, keterlibatan masyarakat dalam pelaporan kondisi jalan rusak perlu difasilitasi agar perbaikan bisa tepat sasaran dan transparan.
Masyarakat berhak atas infrastruktur yang aman dan layak. Jangan biarkan tambal sulam jalan menjadi simbol ketidakpedulian dan lemahnya tata kelola daerah.